Tentang Mudik Lebaran


Nggak kerasa sudah hampir di penghujung Ramadhan, sehingga tema challenge Ramadhan kali ini tentang mudik lebaran. Jujur aku agak bingung mau menulis apa dari tema mudik ini, soalnya seumur-umur aku belum pernah mudik ke kampung halaman.


Lahir, besar, bekerja dan punya suami orang sini membuat ku nggak tahu gimana rasanya merantau. Dulu saat hampir putus asa nggak dapat pekerjaan aku sempat kepikiran ingin merantau. Baru mengutarakan pikiran, mama ku sudah overthinking takut aku kenapa-kenapa di tanah rantau. Bahkan saat memilih calon suami pun, mama ku sudah mewanti-wanti kalau nggak pengen punya menantu orang jauh. Alhamdulillahnya dapat yang diinginkan.


Tadinya untuk tema mudik lebaran ingin aku isi dengan tips mudik bersama bayi, tapi setelah dipikir-pikir aku takut tulisannya nggak make sense. Lha wong aku belum pernah ngerasain menempuh perjalanan bersama bayi.


Perjalanan terjauh ku bersama Hanan cuma ke rumah nenek Hanan (mama mertua) di kabupaten sebelah yang waktu tempuhnya cuma 1 jam. Nah lebaran nanti rencananya mau kesana, biar kayak ada yang didatengin juga heheheh.


Tapi silaturahmi ini kadang bikin overthinking juga, terlebih setelah punya bayi. Takut banget nanti Hanan disuapin makanan macam-macam. Nenek yang disini (mama ku) aja nggak hentinya aku edukasi terus biar nggak sembarangan ngasih makanan ke Hanan.


Aku sempat trust issue terkait hal ini, soalnya saat kunjungan ke rumah nenek beberapa bulan lalu. Saat Hanan masih 8 bulan, ada nenek tante yang coba cemilin es krim ke Hanan. Kasian katanya dia cuma ngeliatin aja, sementara yang lain asik makan es krim. Aku marah dong, tapi apalah daya nggak bisa yang marah banget. Ini bukan wilayah ku. Disini pola asuh jaman dulu juga masih kental. Tipikal yang kalau ditegur jawabnya pasti, “lah kamu dulu dikasih makan ini nggak apa-apa kok, sekarang aja trennya macam-macam.”


Kesal.


Setelah hari itu, aku jadi lebih mengawasi Hanan. Takut banget nanti dia disuapin macam-macam lagi. Perbedaan pola asuh yang dianut kadang bikin pusing. Padahal ada opsi untuk menghargai keputusan yang ada, tapi karena ego dan situasi yang mendukung membuat salah satu merasa lebih baik. Aku jadi serba salah.


Sekarang yang bisa aku lakukan cuma komunikasi pelan-pelan tentang aturan yang aku buat dan alasan kenapa jadi ada aturan tersebut. Harapan ku semoga bisa diterima dengan baik kalau dikasih tahu kayak gini, daripada langsung ditegur kan yak. Takutnya dibilang nggak sopan.


Kalau setelah melakukan hal tersebut masih dikomentarin yang aneh-aneh, yaudah lah aku bodo amat aja. Toh, aku nggak bisa membahagiakan hati semua orang. Kayak kata salah seorang teman blogger pas aku curhatin masalah ini, “anak ku tanggung jawab ku, jadi ikuti aturan ku.”


Bener sih, soalnya kalau kenapa-kenapa yang repot pasti emaknya. Syukur-syukur nggak disalahin juga kalau si anak ada apa-apa.


Eh ini kok jadi malah keluar curahan hati emak. Udah keluar jalur ini, tadinya kan mau cerita tentang mudik wkwkwk. Sebelum semakin jauh, aku sudahi dulu tulisan ini ya. Semoga ada hikmah yang bisa dipetik dan selamat mudik buat yang mau mudik. Semoga selamat sampai tujuan.

Tidak ada komentar

Mari berbagi pendapat dari sudut pandang mu melalui komentar di bawah ini