Prinsip Mengasuh Bayi Ala Montessori


Montessori cukup populer belakangan ini, apalagi di kalangan pendidikan anak usia dini (PAUD). Seiring dengan banyaknya tingkah laku balita yang belum mampu kita pahami semua, Montessori hadir sebagai pembelajaran agar kita mampu memahami dunia mereka. Sehingga diharapkan hubungan antara orang tua dan anak dapat terjalin dengan baik. 


Namun tahukah Moms, ternyata prinsip montessori nggak hanya bisa diterapkan pada balita, tapi juga pada bayi. Berdasarkan buku The Montessori Baby, aku akan menjabarkan apa saja prinsip mengasuh bayi ala Montessori. Simak sampai selesai..


Montessori itu apa?

Montessori adalah metode atau filosofi pembelajaran yang memandang bahwa tiap anak (dan bayi) itu unik, mereka memiliki cara belajar, minat, dan timeline perkembangannya masing-masing. Jika dahulu anak-anak hanya mengikuti apa yang dikatakan oleh guru (orang dewasa), maka dalam Montessori setiap anak bebas menemukan apa yang ingin ia pelajari sesuai dengan minatnya.


Prinsip Penting Montessori

Filosofi Montesori berlandaskan pada prinsip dasar yang mengharuskan kita untuk memahami fitrah, karakteristik dan kebutuhan anak kita. Itulah kunci utama untuk menerapkan Montessori pada bayi. Adapun detail dari prinsip penting Montessori sebagai berikut:

  1. Pikiran Anak Itu Menyerap

Anak-anak sejak usia lahir sampai sekitar enam tahun sedang dalam kondisi pikiran khusus yang memungkinkannya untuk menyerap ragam karakteristik dan kultur dari lingkungan sekitarnya.

Pikiran yang menyerap adalah alat bantu luar biasa, namun pemanfaatannya tergantung pada bagaimana penggunaannya. Keberadaan alat bantu ini menyediakan segudang peluang, sekaligus segudang tanggung jawab.

Dengan mengetahui hal ini, kita sebagai orang tua bisa memanfaatkan karunia besar ini untuk memberikan teladan tingkah laku yang ingin diteraokan oleh anak kita, berbicara dengan bahasa yang kaya, dan memberi mereka banyak pengalaman. Karena kita tahu bahwa sejak lahir anak-anak sudah menyerap itu semua sehingga menjadi bagian yang tidak terpidahkan pada diri mereka.



  1. Bayi Juga Manusia (Kecenderungan Manusiawi)

Manusia itu terlahir dengan fitrah alami atau insting. Kecenderungan alami tersebut memandu perilaku, persepsi, dan reaksi manusia terhadap pengalaman tertentu.

Ketika kita mampu memahami apa kecenderungan alami yang mendorong perilaku bayi, kita bisa lebih tanggap dalam menafsirkan dan menanggapi kebutuhan bayi. Adapun sejumlah kecenderungan manusiawi yang kentara pada anak usia dini yaitu orientasi, keteraturan, komunikasi, eksplorasi dan aktivitas, pemecahan masalah, pengulangan, serta citra abstrak dan imajinasi.


  1. Periode Sensitif

Periode sensitif adalah waktu ketika bayi memiliki ketertarikan atau minat tak tertahankan akan sesuatu. Sesuatu yang dimaksud bisa berupa tindakan, keterampilan, atau aspek tertentu pada lingkungan. Indikasi ketika bayi sedang dalam periode sensitif adalah ia menunjukkan ketertarikan atau perhatian yang intens pada hal tertentu.

Ada beragam periode sensitif, antara lain gerakan mulai dari berguling, merangkak hingga berjalan. Selain itu ada pula periode sensitif bahasa, pengenalan makanan padat dan benda kecil.


  1. Pengamatan

Ketika kita sudah mengetahui fitrah dari pikiran bayi, kebutuhannya, kecenderungannya dan cara kerja periode sensitif. Kita dapat memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk mengasuh anak kita dengan melakukan pengamatan pada bayi. Dengan mengamati, kita bisa mengenali bayi sebagai individu dan memberikan respon yang sesuai dengan yang mereka butuhkan.

Pengamatan diperlukan untuk memahami dan mengikuti perkembangan bayi, menyadari usaha dan kemampuan bayi, mengenali periode sensitif, dan mengenali serta menyingkirkan rintangan yang menghambat perkembangan bayi.


Itu dia prinsip dasar dalam mengasuh bayi ala Montessori. Penjelasan lebih detail bisa kalian jumpai pada buku The Montessori Baby karya Simone Davies & Junnifa Uzodike. Tapi buat yang malas baca buku, aku akan membagikan beberapa tips lain mengenai Montessori bayi di blog ini. Nantikan postingan ku selanjutnya.

5 Manfaat Membacakan Buku Pada Anak


Sebelumnya aku pengen puasa beli buku mengingat rak buku di rumah sudah penuh. Beberapa bahkan masih ada yang belum terbaca. Tapi setelah punya anak, keinginan tersebut ku urungkan.

Aku rutin membeli buku lagi, bukan untuk ku melainkan untuk Hanan. Sebab kegiatan membacakan buku pada anak memiliki segudang manfaat. Mau tahu apa saja? Simak sampai selesai ya..

  1. Mengasah kemampuan berbahasa dan menumbuhkan minat membaca

Otak anak terutama bayi sedang dalam fase menyerap apapun yang didengar dan dilihatnya. Maka dengan rutin membacakan buku pada anak bisa mengasah kemampuannya dalam berbahasa. Moms bisa juga membacakan buku dengan bahasa selain bahasa indonesia supaya anak kenal dengan beragam bahasa sejak dini.

Manfaat lainnya ialah memperkaya kosakata baru, meningkatkan kemampuan memahami dan menggunakan struktur kalimat yang lebih kompleks, sehingga menumbuhkan minat membaca.

Otak anak yang sudah terbiasa menyerap ragam informasi baru membuat rasa ingin tahunya tinggi dan semangat dalam belajar banyak hal.

  1. Merangsang fungsi otak dan kognitif

Membacakan buku menjadi kegiatan yang membuat anak fokus pada gambar di buku dan suara Moms, sehingga membuat konsentrasinya meningkat. Ini memungkinkan otak untuk membangun dan memperkuat koneksi antar saraf yang membuat otak anak berkembang. Otak yang berkembang membuat anak berpikir lebih kritis dan kreatif, meningkatkan daya ingat dan kemampuan memecahkan masalah.

  1. Mengembangkan imajinasi dan kreativitas

Membacakan buku pada anak seperti membukakan dunia baru bagi mereka melalui imajinasi yang mereka bangun. Hal jni menjadi kesempatan bagi anak untuk bebas berkreasi dan berekspresi, juga meningkatkan kemampuan anak untuk berpikir imajinatif dan abstrak. 

  1. Menjalin hubungan yang kuat antara orang tua dan anak

Tentu saja momen membacakan buku pada anak ini dapat membangun bonding kedekatan yang hangat antara orang tua dan anak, serta bisa menjadi kesempatan untuk orang tua menanamkan nilai-nilai kehidupan dan moral dalam berperilaku kepada anak.

  1. Meningkatkan kecerdasan emosional

Dengan membacakan buku, anak dikenalkan dengan beragam emosi sehingga membantunya pula untuk memahami perasaan dan emosi orang lain. Selain itu keterampilan dalam sosial dan komunikasinya juga bisa berkembang.


Untuk memaksimalkan manfaat membacakan buku kepada anak, ada beberapa hal yang bisa Moms perhatikan, yaitu:

  1. Pilihlah buku yang sesuai dengan usia dan minat anak.

  2. Gunakan suara yang ekspresif dan intonasi yang menarik saat membaca.

  3. Berhentilah sejenak untuk bertanya kepada anak tentang pemahaman mereka terhadap cerita.

  4. Biarkan anak berinteraksi dengan buku, seperti menunjuk gambar atau menirukan suara karakter.

  5. Ciptakan suasana yang nyaman dan tenang untuk membaca.

Ternyata banyak juga ya manfaat membacakan buku pada anak. Setelah ini mulai sediakan waktu untuk membacakan buku pada anak ya, Moms.

Cara Mengatasi Rasa Takut ke Dokter Gigi


Beberapa bulan lalu aku ke dokter gigi untuk mencabut sisa akar gigi yang sudah sangat menganggu. Nggak nyaman banget kalau makan, ada rasa nyeri dari mencuatnya sisa akar gigi yang cukup tajam itu.

Sempat maju mundur pengen dicabut atau nggak, soalnya aku belum pernah ke dokter gigi sama sekali. Bayangan tentang alat-alat kedokteran yang nggak familiar dan rasa sakit disuntik anestesi bikin nyali ku menciut. Tapi jika dibiarkan, aku nggak bisa makan dengan nyaman. Pilihan ku hanya dua, memelihara ketidaknyamanan ini atau melawan rasa takut untuk menemui rasa sakit yang mengakhiri semuanya. Aku pun memilih pilihan kedua.


Pilihan yang tepat sebab proses pencabutan akar gigi ku nggak sampai 10 menit. Menurut ku, proses yang memakan waktu justru saat menunggu rasa kebas tanda anestesi bekerja. Saat gusi diobok-obok juga terasa sih, tapi biasa aja. Nggak sakit atau kayak gimana-gimana. Setelah efek anestesinya hilang baru terasa perih, cekat-cekit khas luka menganga. Namun masih bisa diatasi dengan minum obat pereda nyeri dari dokter. Selebihnya, ke dokter gigi tidak semengerikan itu.


Mungkin penyebab ke dokter gigi jadi terasa menakutkan karena sedari kecil kita sering ditakut-takuti seperti, "hayoo sikat giginya, nanti dicabut sama dokter gigi loh!"


Huhu kalau sudah dibilang gitu, ke dokter gigi terasa jadi mengerikan. Untuk itu, aku akan memberikan tips cara mengatasi rasa takut ke dokter gigi berdasarkan pengalaman ku ya.. simak sampai selesai.


  1. Cari tahu lebih dalam tentang klinik atau dokter gigi yang akan menangani masalah gigi kalian

Setelah memutuskan ingin cabut gigi, aku riset sana-sini mengenai dokter gigi yang akan jadi pilihan ku untuk mencabut gigi. Riset ini ku lakukan dengan bertanya-tanya pada teman/keluarga yang pernah punya pengalaman cabut gigi. Selain itu bertanya tentang kisaran harga supaya bisa mempersiapkan budget untuk mencabut gigi.


source : pexels.com

Jika sudah dirasa ketemu beberapa pilihan, aku meyakinkan hati lagi dengan kepoin akun sosial medianya. Aku melihat-lihat testimoni dari pasien lain yang pernah kesana atau ragam masalah gigi yang pernah ditangani oleh dokter tersebut. Siapa tahu ada yang keluhannya sama dengan ku kan.


Aku memang suka ngepoin akun sosial media suatu layanan/tempat sebelum berkunjung, untuk mencari tahu pengalaman orang-orang saat kesana. Kalau menyenangkan atau banyak yang pernah kesana kan, pasti aku akan kesana juga. Ibaratnya, sosial media itu etalase yang menjadi penentu sebelum kita memutuskan memilih untuk kesitu atau nggak. So, aku nggak pernah melewatkan ini.


  1. Ubah mindset 

Efek sering ditakut-takuti ‘kalau nggak sikat gigi nanti giginya dicabut dokter gigi’ itu memang menjadi momok yang mengerikan dan terbawa hingga dewasa. Makanya penting untuk mengubah mindset kita yang sudah terpengaruh statement tersebut.


Jujur aku pun awalnya takut ke dokter gigi, sehingga sering menunda-nunda untuk menangani permasalahan gigi ku. Kalau pun sakit gigi kan, masih bisa ditolong dengan minum obat sakit gigi. Jadi ngapain ke dokter gigi?


Namun saat gigi ku kemaren hanya sisa akar dan akar tersebut runcing rasanya mengganggu sekali. Sisa akar gigi yang sudah membusuk itu pun memberi masalah baru pada gusi, sehingga membuat gusi ku bengkak dan sering sakit. Ditambah lagi saat makan, rasanya nggak enak sekali.


Sampai aku merubah pikiran ku kalau lebih baik menahan sakit dicabut gigi, daripada menahan sakit gigi dan gusi yang mengganggu aktivitas makan. Sejak berpikiran seperti itu, aku menjadi lebih berani ke dokter gigi.


  1. Take action, lawan rasa takut

Takut. Takut. Takut.

Takut nggak akan ada habisnya. Takut hanya akan hilang jika kita menghadapinya. Makanya tips pertama yang bisa ku berikan adalah meriset dulu dokter gigi yang akan menangani gigi kita supaya lebih tahu bagaimana cara ia menangani pasien dan track recordnya. Tak kenal maka tak sayang kan?

Kalau kita sudah meriset, rasa takut bisa berkurang karena kita percaya dengan kompetensi dokter gigi tersebut. Kita pun jadi bisa lebih tenang dan berani menghadapinya.


Itu dia tiga cara mengatasi rasa takut ke dokter gigi. Cukup tiga langkah, tapi jika dilakukan pasti ada hasilnya. Selamat mencoba!